Life Crisis
Apa itu Life Crisis?
Kehidupan
manusia di dunia mengalami berbagai fase dan tahapan. Menurut para ahli fase
kehidupan manusia terbagi menjadi bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa muda,
dewasa tua dan lansia (Anshory, dkk, 2016).
Antara fase anak-anak dan fase remaja, jelas berbeda fungsi dan
karekater anak-anak dan remaja didalamnya. Ada perubahan yang terjadi ketika
seseorang berpindah dari satu fase ke Fase yang lainnya. Dan pada masa transisi
atau berpindah fase kehidupan inilah seseorang biasa mengalami krisis emotional
atau biasa kita sebut "Life Crisis".
Umumnya terjadi pada fase remaja menuju dewasa muda.
Life
crisis terbagai dalam Quarter life crisis dan midlife crisis. Apa perbedaan
keduanya ?
Kedua
hal tersebut berbeda karena usia terjadinya life crisis tersebut. Quarter life
crisis terjadi pada usia 20-an hingga awal 30-an tahun, sedangkan midlife
crisis terjadi pada usia 35-an tahun hingga awal 40-an tahun.
Seorang
Psikiater Dr Zul Azlin Razali mengatakan bahwa jika seseorang mengalami life
crisis sebenarnya ia tidak mengalami krisis, hanya saja ia memasuki masa
transisi atau berpindah pada hidupnya.
Pernah
naik tangga? Yang mana lebih mudah, apakah naik tangga atau turun tangga? Kita
pasti membutuhkan lebih banyak tenaga ketika naik tangga dibandingkan dengan
menuruninya, karena ketika naik ada gaya gravitasi yang harus kita lawan. Maka
setiap fase kehidupan ini seperti menaiki anak tangga, dan disetiap menaiki
anak tangga tersebut ada kekuatan lebih yang harus kita keluarkan agar sampai
di puncak. Maka life crisis adalah fase alami yang akan terjadi pada setiap
kita yang akan berpindah fase hidup ke fase hidup yang lain.
Mengapa Life Crisis bisa
terjadi?
Proses
berpindah dari fase hidup yang satu ke fase yang lain, membuat kehidupan
seseorang juga berubah. Seorang yang mulai akan berpindah fase hidupnya
utamanya pada fase remaja ke dewasa, ia akan mulai beradaptasi, mengekplorasi
dirinya dan lingkungannya, dan masa-masa
mengeksplorasi dirinya ini disebut emerging adulthood. Setiap individu akan
merespon bebeda-beda dalam menghadapi masa
emerging adulthood ini. Banyaknya
pilihan yang tersaji pada lingkungannya, terkadang membuat individu kebingungan
menentukan pilihannya, merasa tidak tau harus menjalani bagaimana, merasa
cemas, tertekan, dan hampa (Nash dan Murray, 2010).
Seseorang
yang tidak mampu dalam menjalani dan melewati tahap-tahap adaptasinya ke fase
hidup yang baru itu, diprediksi akan mengalami berbagai masalah psikologis,
terombang-ambing dalam ketidakpastiaan dan mengalami krisis emosional atau
biasa disebut Quarter life crisis (Robbin, dan Wilner, 2001).
Seperti
halnya para sarjana yang kemudian akan memasuki dunia kerja, menurut Alifandi
(2016) mereka akan rentang mengalami
krisis emosional, akibat tuntutan yang mereka harus penuhi selepas menjadi
sarjana. Mulai dari tuntutan orang tua dan juga tanggapan dan penilaian dari
lingkungan atau masyarakatnya. Karena di negri ini tanggapan lingkungan menjadi
acuan yang penting dalam menilai seseorang, hingga mereka para sarjanan ini
dipaksa mengikuti pendapat lingkungannya, tanpa memikirkan kemampuan dan
hatinya sendiri.
Hingga
tatkala ia gagal maka lingkungannya pula biasnya yang akan duluan untuk
menilainya rendah. Maka jika seseorang tidak bisa mengatur emosionalnya dengan
baik disitulah ia mengalami apa yang disebut life crisis.
Life Crisis dan Sosial Media
Kita
tidak bisa memungkiri bahwa kepopuleran hari ini menjadi buruan banyak sekali
orang. Hingga banyak dari mereka yang memperlihatkan segala keunggulan
kemampuaan mereka. Mulai dari benda-benda menarik, traveling kemana saja,
makanan yang eye cathching, kehidupan yang happy-happy wae, berlomba untuk di
posting pada sosial media mereka, untuk memperlihatkan dirinya bahwa
"inilah aku dengan segala kesenagan dan kebahagiaanku" dan dengan
begitu ia berharap dunia bisa mengakuinya dengan tanda love yang banyak pada
setiap postnya.
Tidak
sedikit orang hari ini yang kemudian merasa dirinya tak berarti akibat melihat
kesuksesan temannya-temannya yang di posting pada foto-foto sosial media
mereka. Lalu dia merasa insecure bahwa dialah satu-satunya yang tidak
beruntung, lemah, dan tidak punya apa-apa. Diapun mengisolasi diri tak ingin
bertemu siapapun, karena ia sangat khawatir orang-orang hanya akan menghinanya
dengan tidak berarti. Dia pun merasa hampa. Lingkungan benar-benar bisa membawa
dampak pada kondisi jiwa seseorang.
Dont
Judges something by its cover. Tidak semua yang indah itu betul-betul indah.
Canggihnya dunia hari ini, membuat begitu banyak manipulasi, dan kepalsuaan.
Ada yang terlihat bahagia di fotonya, tapi apakah dia benar-benar bahagia? Atau
itu hanya bahagia yang dimanipulasi.
Maka
jangan terjebak dengan segala tipu daya media sosial itu. Keluarlah dari layar
ponselmu dan lihatlah dunia secara nyata. Lihatlah masih ada yang harus makan
sekali sehari, masih ada anak-anak yang tak punya tempat tinggal, masih ada
mereka yang tak punya orang tua, masih ada mereka yang harus mengumpulkan
sampah untuk mendapat makan sehari-hari, masih ada mereka yang tidak bisa
telfonan karena tidak punya hp, masih ada mereka yang sangat-sangat susah dari
diri kita, tetapi mereka tenang-tenang saja. Sedang kita punya segalanya dan
merasa tak berarti?
Maka
sadarlah kita yang sedang kecewa dengan diri sendiri, ingatlah kata Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam
"Pandanglah orang yang
berada dibawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang
orang yang berada di atasmu (dalam masalah dunia). Dengan demikian hal itu akan
membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu" (HR Bukhari dan Muslim)
Setiap
kita tak ada yang sempurna. Adapun kesempurnaan hanya Milik Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Ketika teman-teman atau orang-orang disekitar kita terlihat begitu
sangat berhasil, maka mata kita hanya bisa melihat hasilnya, tanpa pernah
mengawasi bagaimana proses mereka mencapai hasilnya itu. Dan apapun karunia
Allah yang diberikan kepada seseorang, maka itulah ketetapan Allah baginya.
Jangan kita merasa Allah tidak adil, karena Allah Maha Tahu Yang terbaik untuk
kita, lebih dari diri kita sendiri. Sebagaimana
Nabi Yusuf yang tidak tau bahwa ia akan menjadi Pejabat di Mesir (tangan
kanan Raja), pada saat belau dibuang di sumur, lalu dipenjara bertahun-tahun
padahal tidak salah apapun.
Solusi untuk Life Crisis ?
2. Setiap orang tidaklah sama. Setiap kita punya jalan yang berbeda-beda dalam menempuh hidup ini, maka jangan pernah berharap menerima hasil yang sama dengan orang lain. Dari pada sibuk menjadi penonton pada kehidupan sukses orang lain, lalu habis waktu kita hanya untuk mengkritisi, dan melihat-lihat atau hanya menjadi komentator. Sebaiknya sedari sekarang mulailah untuk menjalankan peran kita, mulai mengisi waktu dengan hal-hal bermanfaat. Dan tidak ada kata terlambat untuk memulai segalanya di usia berapapun kita saat ini. Bangkitlah ! janganlah terus menerus pada lubang yang sama.
3. Brene Brown menuliskan dalam bukunya "A Gift of An Imperfection "bahwa apa yang orang-orang katakan tentang krisis sebenarnya bukanlah krisis. Tetapi itu hanyalah sebuah tahap menyelesaikan kekusutan hidup. Masa dimana kau mendorong dirimu mati-matian untuk hidup ideal seperti yang kau inginkan. Masa menyelesaikan kekusutan hidup itu adalah masa ketika alam semesta menantang dirimu untuk melepaskan atau melupakan "who you think you are 'supposed to be" dan sadar tentang "who you are".
4. Menyadari tentang takdir Allah. Bahwa tak ada rezki yang tertukar. Semua telah ditetapkan Allah sesuai kadarnya masing-masing. Maka jangan kecewa. Mungkin saja kita menyukai sesuatu tapi ada begitu banyak keburukan di dalamnya, dan mungkin saja kita tidak menyukai sesuatu tapi ada banyak kebaikan di dalam
5. Lakukan sesuatu yang bermanfaat. Jangan membuang-buang waktu dan jangan biarkan diri kita menganggur atau mengerjakan hal yang sia-sia seperti bermain sosial media berjam-jam. Karena kata Dr. Aidh Al-Qarni "Bila suatu hari anda mendapatkan diri anda menganggur tanpa kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan cemas sebab dalam keadaan kosong itulah pikiran anda akan menerawang ke mana-mana. Lakukanlah sesuatu yang bermanfaat, baca Al-Qur'an, perbanyak dzikir, belajar lewat online, ikut kegiatan sosial, menulis sesuatu, baca buku, dan sebagainya.
Semoga Allah merahmati kita semua memberikan kita kemudahan dalam menghadapi hari-hari yang berat, dan Allah berfirman
"berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu..." (Qs 40;85).
Bagaimanapun mau tidak mau, setiap kita akan mengahdapi fase-fase krisis ini, setiap kita berpindah ke fase yang lain pasti membutuhkan adaptasi, yang setiap orang berbeda menyikapinya.
Jangan lari dari masalah yang ada, karena lari hanya akan menambah masalah baru. Maka beranilah menghadapinya dengan senantiasa meminta pertolongan kepada Allah. Mark Manson menuliskan dalam bukunya "Sebuah Seni uUntuk Bersikap Bodo Amat" yakni kebahagiaan itu muncul dari masalah yang selesai..
So lets Face it !
Komentar
Posting Komentar