Dibalik Kehilangan



Begitu banyak orang-orang yang hadir dalam hidup. ada yang hanya singgah, ada yang sekedar lewat, dan ada pula yang memutuskan untuk melangkah bersama sampai saat ini. Tak banyak, tapi ada diantara orang-orang yang hadir itu memberi bekas yang mendalam pada hati ini, entah itu membekas sebagai hadiah, atau membekas sebagai luka.

Entahlah, hanya saja aku yakin bahwa Sang Sutradara Kehidupan ini tidak pernah salah menempatkan peran dan adegan yang harus berlangsung. Mungkin saja aku memang tidak suka tapi ternyata ada banyak kebaikan di dalam, dan mungkin saja itu baik dimata ini, tapi ternyata ada begitu banyak keburukannya.

Tiada dari manusia yang sempurna, benarkan? maka menyuruh semua orang agar tidak pergi dari hidup ini adalah suatu kemustahilan. Setiap pertemuan telah sepaket dengan perpisahan, entah berpisah karena kesibukan masing-masing atau berpisah karena ada yang telah Berpulang duluan ke Rumah yang sesungguhnya.

Pernah a ku berpikir kebahagiaan ini bersama mereka orang-orang yang aku cintai, tidak akan pernah berakhir harapku, tapi apa daya, aku tak punya kekuatan untuk menahan setiap hati yang ingin pergi. Karena ada batas-batas bahagia orang lain yang berbeda dengan diri ini, maka tidak ada yang bisa menahan siapapun yang ingin datang dan pergi begitu saja, karena tak ada manusia yang akan terus membersamai diri ini, sekalipun ia pernah berjanji, tapi tetap saja manusia-manusia yang bersama itu tetap akan pergi.

Hingga saat itu, dimana masing-masing orang telah pergi untuk mencari tempat bahagia yang lain, aku masih di sini berkutat dengan hatiku sendiri mengenang memori bahagia bersama orang-orang yang telah pergi, dan akhirnya kenangan itu terkalahkan juga oleh perihnya hati karena ditinggalkan, oh sebenarnya bukan ditinggalkan, tapi aku yang tidak bisa melepaskan.

aku putus asa, aku benar-benar hilang arah. Hingga seperti ada yang membisiku, “bukankah kau punya Allah?”. Aku duduk dan menangis, dan menangis, lalu mengucapkan “Ya.. Allah.. Ya Allah..” dengan hangatnya air mata lalu kuucap Nama Allah, segar terasa hatiku.

Aku pun mulai menenangkan diri mencari Al-Qur’an, dan membaca beberapa ayat, hingga aku bisa bernafas dengan baik, dan kembali ke pikiran yang normal, walalu memang sakitnya kehilangan itu masih saja membayangi.

Saat itu aku mulai, untuk memperbaiki sholatku, yang selama ini memang aku kerjakan tapi hanya sebatas rutinitas. aku mulai serius ketika mendengar kajian, yang selama ini memang aku dengar tapi hanya menjadi bagian rutinitasku, bukan untuk membuat hatiku bahagia.

lambat-laun pun aku belajar dan tersadar, bahwa ketika hati ini mencintai manusia , karena dia baik, karena dia selalu membuat bahagia, tersenyum dan tertawa, apapun itu maka jika hanya karena itu hati ini mencintai manusia terlalu berlebih, maka siap-siaplah menanggung sakit yang teramat perih.

Karena tiada manusia yang akan berjanji akan membersamai selamanya, tiada manusia yang sempurna dan tak punya cacat, harusnya sedari dulu ketika pertama kali bertemu dengan orang-orang yang hadir dalam hidup ini, kupahami konsep ini, tapi apa daya aku terbutakan oleh cinta.

Dan jika hati ini menggantungkan cinta pada Allah, maka Allah itu Maha Kekal Abad, Yang terus menerus Mengurus MakhlukNya, Yang Tidak Tidur, yang jika semua dunia dan isinya ini musnah Dia Yang Maha Hidup Terus-Menerus.

Terima kasih rasa sakit, kau telah memberi pelajaran bahwa hanya kepada Allah saja-lah Hati ini harus jatuh cinta.

Allah memberi ujian dan cobaan bukan untuk membuat susah manusia, tapi agar manusia itu paham bahwa di dunia ini tiada yang berjanji akan mencintainya selamanya, Kecuali Dia Allah, Yang Tak Terus ada untuk mengurus MakhlukNya, dan bahkan mencintai manusia melebihi cinta ibu kepada anaknya..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Mau Hafal Al-Qur’an…

Agar Ilmu Menuntunku ke Surga

Muslim menyambut Ramadhan